MENGHADAPI KECEMASAN DALAM PERMAINAN BASKET
Cemas Bikin Lemas: Menghadapi Kecemasan dengan Lebih Berani!
Sebelum menghadapi sebuah pertandingan, ada yang umum terjadi dalam
diri atlet. Kondisi psikologis atlet biasanya menjadi lebih tinggi. Hal
ini terpicu oleh situasi dan keadaan yang akan di hadapi. Ditambah
dengan embel-embel sebuah pertandingan penting yang menentukan. Dari
kondisi tersebut muncul reaksi-reaksi fisiologis dalam tubuh seorang
atlet. Keringat mengucur deras, tangan dan kaki basah oleh keringat,
nafas terengah-engah, gemetar, kepala pusing, mual hingga
muntah-muntah. Itu semua adalah respon fisik atas kondisi mental yang
meningkat. Secara umum, atlet tersebut merasa cemas.
Kecemasan adalah peristiwa yang umum dihadapi oleh siapa saja saat
akan menghadapi sesuatu yang penting. Termasuk juga para atlet.
Munculnya rasa cemas, biasanya di dahului oleh gambaran mental atas
peristiwa-peristiwa yang akan dihadapi. Dengan kata lain, ada proses
pembayangan yang dilakukan oleh seorang atlet yang mendahului munculnya
rasa cemas. Dari gambaran tersebut kemudian menyatu dengan
persepsi-persepsi, gambaran-gambaran, harapan-harapan atas diri sendiri.
Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan anxiety
di definisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi (Bird,
1986). Peningkatan dan aktivasi ini didahului oleh sebuah kekhawatiran
dan kegelisahan atas apa yang akan terjadi. Dalam konteks pertandingan,
tentu saja berkaitan dengan lawan dan harapan-harapan baik yang berasal
dari diri sendiri maupun orang lain.
Cemas vs Arousal
Ada dua jenis peningkatan dan aktivasi kondisi psikologis ini. Selain anxiety, ada juga yang disebut dengan arousal.
Keduanya merupakan hasil dari peningkatan kondisi mental seseorang.
Bedanya berada pada tingkatan aktivasi dan jenis emosi yang muncul. Arousal bersifat lebih positif, artinya arousal memberi energi pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Arousal
memberi tambahan tenaga yang mendasari sebuah perilaku. Keinginan untuk
menang, menjatuhkan lawan dengan segera (dalam olahraga beladiri dan
tinju), tampil lebih trengginas dan sebagainya adalah hasil yang muncul dari arousal ini.
Sedangkan cemas adalah kombinasi antara intensitas perilaku dan arah
dari emosi yang lebih bersifat negatif (Bird, 1986). Perilaku yang
sering muncul seiring dengan munculnya rasa cemas ini adalah ketakutan
akan kalah, kekhawatiran atas performa diri dan prestasi lawan dan
sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress.
Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan
merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas
kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy, 1996 dalam Humara).
Pahlevi (1991), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu kecenderungan
untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman dan akan mempengaruhi
tingkah laku. Handoyo (1980), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu
keadaan emosional yang dialami olah seseorang, dimana ia merasa tegang
tanpa sebab. Hal yang nyata dan keadaan ini memberikan pengaruh yang
tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada tubuhnya
baik secara somatis maupun psikologis.
Teori awal yang menjelaskan tentang anxiety ini adalah Hipotesis U-terbaik. Dalam teori ini anxiety
dikatakan memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan. Semakin
tinggi tingkat kecemasan, maka penampilan akan semakin optimal. Namun,
jika berubah menjadi terlalu tinggi, maka penampilan akan semakin turun
(seperti huruf U yang dibalik).
Anxiety sendiri dibagi menjadi beberapa jenis. Yang pertama adalah state anxiety
atau biasa disebut sebagai A-state. A-state ini adalah kondisi cemas
berdasarkan situasi dan peristiwa yang dihadapi. Artinya situasi dan
kondisi lingkunganlah yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang
dihadapi. Sebagai contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam
sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu tegang
saat menjalani pertandingan dalam kejuaraan nasional.
Yang kedua adalah trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait. Trait anxiety
adalah level kecemasan yang secara alamiah dibawa oleh seseorang. Dalam
A-trait ini tingkat kecemasan akan berbeda-beda dalam setiap individu
berdasarkan kondisi kepribadian dasar yang dimilikinya. Sebagai contoh,
pemain A akan merasa lebih rileks dalam menghadapi pertandingan di
Pekan Olahraga Nasional, tapi untuk atlet lain dia justru merasa sangat
tertekan dan sangat cemas meskipun bertanding dalam even yang sama.
Hal ini disebabkan oleh persepsi dasar seorang individu dalam memandang
sumber kecemasan.
Dan yang ketiga adalah Competitive anxiety. Competitive anxiety ini adalah kecemasan yang berhubungan dengan situasi kompetisi atau sebuah pertandingan. Competitive anxiety ini sendiri dibagi menjadi competitive trait anxiety dan competitive state anxiety.
Anxiety dan Penampilan
Secara sederhana, anxiety memberi pengaruh yang cukup besar
terhadap penampilan seorang atlet. Menurut teori hipotesis U-terbalik
maka penampilan seorang atlet akan semakin bagus saat tingkat kecemasan
mulai meningkat. Namun, saat tingkat kecemasan mulai naik dan terus
naik, kecenderungan penampilan akan menurun.
Namun, tingkat kecemasan dan stress antara satu orang dengan
orang lain berbeda. Ada beberapa hal yang membedakan tingkat kecemasan
atlet. Yang pertama adalah pengalaman. Atlet yang lebih berpengalaman
terbukti memiliki level kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan
atlet yang baru saja masih amatir. Yang kedua adalah situasi dan
kondisi kompetisi. Kompetisi yang bersifat lebih tinggi tingkatnya
cenderung menyebabkan meningkatnya tingkat kecemasan bagi seseorang.
Sebagai contoh level kejuaraan dunia ternyata lebih stressful dibanding
dengan kejurnas. Selain level kompetisi, fase kompetisi itu sendiri
juga memberi pengaruh yang cukup besar. Dalam kompetisi sepakbola yang
berformat liga, situasi yang cenderung membuat cemas adalah saat-saat
kompetisi mendekati akhir dengan nilai yang tidak terpaut jauh sehingga
masih ada kemungkinan mengejar atau dikejar.
Level kecemasan juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri
seorang pemain. Pemain yang secara alamiah mempunyai tingkat
kepercayaan diri tinggi memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan atlet yang rasa percaya dirinya rendah.
Jenis olahraga juga memberi sumbangan terhadap tingkat kecemasan.
Olahraga yang bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar
dibandingkan dengan cabang olahraga tim (Humara, 1999). Hal ini wajar
karena perasaan mempunyai teman akan membuat lebih tenang dan focus
tidak terpusat pada dirinya.
Hal terakhir yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah jenis
kelamin. Menurut beberapa penelitian, atlet perempuan lebih cenderung
mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan atlet
laki-laki (Thuot, Kavouras, & Kenefick., 1998 dalam humara).
Metode Penanganan
Pengaruh terbesar kecemasan terhadap performance ada pada gerak
motorik seorang atlet. Dengan tingkat kecemasan yang melebihi ambang
batas, respon-respon tubuh yang muncul relative merugikan untuk sebuah
penampilan. Tubuh yang gemetar membuat gerakan-gerakan menjadi
terbatas, belum lagi dengan kekakuan otot yang mengiringi atlet yang
cemas. Hasilnya, penampilan tidak akan maksimal. Kesalahan-kesalahan
passing, atau gerakan yang tidak terkontrol akan muncul tanpa sadar.
Untuk itu, atlet perlu disiapkan untuk menangani kecemasannya dengan
baik. Pelatih merupakan ujung tombak agar atletnya tidak mudah stress
dan cemas. Program latihan harus diatur sedemikian rupa sehingga
membiasakan para pemain berada dalam tekanan. Tentu saja bukan tekanan
dari pelatih, tapi oleh situasi-situasi pertandingan tersebut.
Dalam teori kepelatihan sepakbola modern, pola-pola latihan
yang melibatkan tekanan mulai diperkenalkan. Van Lingen (1989)
menyatakan bahwa unsur tekanan akan membiasakan para pemain berada
dalam situasi pertandingan sesungguhnya. Contoh mudah adalah dengan
menghadirkan “lawan” dalam setiap sesi latihan. Latihan passing tidak
dianjurkan lagi hanya dengan dua orang yang berhadap-hadapan tanpa
kehadiran musuh disana. Begitu pula latihan shooting, driblling dan
sebagainya.
Pola latihan yang tepat akan membuat para pemain terbiasa
dengan tekanan. Hasilnya akan terlihat pada kompetisi. Pemain tidak
lagi canggung untuk menghadapi musuh, karena memang sudah relative
terbiasa.
Selain itu, kompetisi berjasa untuk mengasah keterampilan emosional
pemain. Dengan digelarnya kompetisi rutin, maka para pemain akan lebih
sering bertemu dengan “lawan” sebenarnya. Jika sejak dini seorang atlet
sudah sering dihadapkan untuk mengatasi tekanan lawan, maka kemampuan
untuk mengalahkan imajinasi tentang lawannya akan semakin mudah.
Menurut FIFA, seorang pemain usia dini seharusnya menghadapi minimal 30
pertandingan resmi dalam setahun. Salah satu tujuannya tentu saja
untuk membiasakan para pemain.
Selain cara-cara yang berkaitan dengan proses latihan, perlu juga
diberikan penanganan-penanganan yang bersifat pribadi. Ini adalah tugas
dari seorang konsultan psikologi atau psikologi olahraga untuk membuat
sebuah bentuk penanganan untuk mengurangi tingkat kecemasan atlet dan
untuk menyiapkan mental atlet dalam menghadapi pertandingan penting.
Salah satunya adalah dengan imagery training.
Para atlet diajak untuk berlatih “membayangkan” situasi-situasi yang
akan dihadapi di lapangan. Tujuannya adalah memberi gambaran awal
tentang situasi dan kondisi yang akan dihadapi. Banyak penelitian telah
membuktikan efektifitas imagery traingin ini dalam mengurangi
kecemasan pemain (Yukelson, 2007)s.
Secara individual, para atlet juga harus membekali dirinya dengan
keterampilan mental untuk mengurangi kecemasan yang timbul.
Keterampilan-keterampilan tersebut berkaitan dengan keyakinan-keyakinan
pribadi. Salah satu contohnya adalah dengan self talk. Dengan
self talk, para atlet diajak untuk mengurai kemampuannya sendiri dengan
lebih objektif beserta solusi-solusi atas kekurangan-kekurangannya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para atlet dalam
rangka mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh tekanan pertandingan,
yakni:
- · Membuat perpektif yang benar; bertanding dalam sebuah cabang
olahraga bukanlah masalah hidup atau mati. Dengan demikian, beban akan
lebih ringan. Bukan berarti hal ini menganggap remeh sebuah
pertandingan, namun sekedar meletakkan permasalahan dengan lebih
objektif.
- · Jangan takut untuk membuat kesalahan. Perasaan takut membuat
kesalahan memberi kontribusi yang cukup besar munculnya kecemasan.
Dengan menganggap bahwa tidak semua orang bisa sukses setiap waktu bisa
meringankan beban. Bahkan seorang Zinedine Zidane pun melakukan
kesalahan yang fatal.
- · Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dengan berlatih keras
dan dengan metode yang benar, maka semua halangan bisa dengan mudah
dikalahkan.
- · Berkonsentrasi tinggi. Selama pertandingan berlangsung, hilangkan
persoalan-persoalan yang tidak berkaitan. Dengan berkonsentrasi pada
apa yang sedang dihadapi, maka seorang pemain atau atlet akan lebih
bisa berfikir rasional. Pikirkan juga apa yang sedang dilakukan, bukan
semata pada hasil akhir.
Dengan pendekatan yang benar, maka kecemasan tidak akan menghalangi
penampilan seorang atlet. Sebaliknya, dengan kecemasan yang relatif
tinggi, sebenarnya atlet tersebut sedang bersemangat. Tinggal peran
atlet, pelatih dan psikologi yang ditunggu untuk menciptakan
pemain-pemain yang tidak mudah stress dan bisa dengan maksimal
menggunakan skillnya untuk menciptakan prestasi.